Harga Gabah Melonjak, Petani Cirebon Genjot Produksi Padi

Selasa, 16 September 2025 | 09:04:41 WIB
Harga Gabah Melonjak, Petani Cirebon Genjot Produksi Padi

JAKARTA - Fenomena menarik tengah terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Para petani di wilayah ini semakin bersemangat menanam padi hingga tiga kali dalam setahun atau dikenal dengan istilah Indeks Pertanaman (IP) 300. Langkah tersebut dipicu oleh harga gabah yang sedang melambung tinggi, bahkan melampaui harga pembelian pemerintah (HPP).

Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, harga gabah kering panen (GKP) saat ini mencapai Rp 7.300 per kilogram. Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) berada di level Rp 8.200 per kilogram. “Harga itu melebihi HPP,” ujar Tasrip, Senin (15/9/2025).

Sebagai perbandingan, pemerintah menetapkan HPP GKP tahun 2025 sebesar Rp 6.500 per kilogram, sedangkan HPP GKG di tingkat penggilingan ditetapkan Rp 8.000 per kilogram. Artinya, harga pasar yang kini diterima petani jelas lebih menguntungkan dibanding standar acuan pemerintah.

Dorongan Menanam Tiga Kali

Harga gabah yang tinggi bukan satu-satunya alasan petani menanam padi tiga kali dalam setahun. Faktor lain yang mendukung adalah ketersediaan air irigasi yang tetap mencukupi meski memasuki musim kemarau.

Tasrip menjelaskan, wilayah timur Kabupaten Cirebon mendapat pasokan air dari Waduk Darma di Kabupaten Kuningan. Aliran air dari waduk tersebut mampu menjaga kebutuhan sawah tetap stabil. “Pasokan airnya masih sangat normal. Dan masa pengeringan di Kabupaten Cirebon juga mundur sampai pertengahan November,” ujarnya.

Kondisi ini mendorong petani untuk langsung menanam padi kembali setelah panen gadu (musim tanam kedua), yakni sekitar bulan Agustus. Akibatnya, tanaman padi generasi ketiga saat ini telah berusia antara 10 hingga 35 hari. Jika berjalan sesuai rencana, panen berikutnya akan berlangsung pada November hingga Desember 2025.

Tasrip mencatat, luas areal yang menjalankan pola IP 300 mencapai 8.000 hingga 9.000 hektare. Sebagian besar berada di wilayah timur Kabupaten Cirebon, meliputi Kecamatan Waled, Pabedilan, Losari, Ciledug, Babakan, hingga Gebang.

Risiko dan Pertimbangan Petani

Meski secara ekonomi penanaman tiga kali setahun terlihat menguntungkan, ada tantangan yang perlu diperhatikan. Tasrip mengingatkan bahwa secara teori, pola tanam ideal sebaiknya padi – padi – palawija, atau padi – palawija – padi. Tujuannya untuk memutus mata rantai penyebaran hama yang kerap menyerang tanaman padi.

“Untuk memutus mata rantai hama, bisa jadi nanti setelah panen ketiga petaninya akan tanam palawija,” jelasnya.

Pola tanam yang monoton dengan padi terus-menerus berpotensi membuat hama dan penyakit tanaman semakin sulit dikendalikan. Namun bagi banyak petani, godaan harga gabah yang tinggi dan kondisi air yang memadai membuat mereka lebih memilih menanam padi kembali, setidaknya dalam jangka pendek.

Dampak Ekonomi bagi Petani

Lonjakan harga gabah membawa dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan petani. Dengan harga GKP mencapai Rp 7.300 per kilogram, keuntungan petani jelas lebih besar dibanding saat harga hanya setara HPP. Selisih harga ratusan rupiah per kilogram dapat berarti tambahan pendapatan yang cukup besar ketika dikalikan hasil panen puluhan hingga ratusan kuintal per hektare.

Situasi ini membuat banyak petani merasa optimistis dan berani menanam kembali tanpa jeda lama. Dengan tambahan panen di akhir tahun, mereka berharap bisa menutup kebutuhan ekonomi keluarga, termasuk biaya pendidikan anak, perbaikan rumah, maupun tabungan.

Selain itu, suplai gabah yang meningkat juga memberi dampak pada ketersediaan stok beras di tingkat lokal. Dalam konteks lebih luas, langkah petani Cirebon bisa membantu memperkuat ketahanan pangan daerah, terlebih di tengah fluktuasi harga beras nasional.

Tantangan ke Depan

Meski peluang keuntungan terbuka lebar, fenomena IP 300 di Cirebon juga menghadirkan tantangan bagi pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya. Beberapa hal yang perlu diantisipasi antara lain:

Ketersediaan air jangka panjang. Selama ini Waduk Darma mampu menopang irigasi, namun jika musim kemarau lebih panjang, pasokan air bisa menurun.

Pengendalian hama. Intensitas penanaman padi yang tinggi berisiko menimbulkan serangan hama lebih masif. Perlu strategi pengendalian terpadu.

Harga gabah yang fluktuatif. Jika harga tiba-tiba turun mendekati HPP, petani bisa menanggung risiko kerugian besar.

Diversifikasi tanaman. Dorongan untuk tetap menanam palawija setelah panen ketiga penting agar ekosistem pertanian tetap seimbang.

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, pemerintah daerah diharapkan bisa memberikan pendampingan teknis kepada petani. Penyuluhan tentang pola tanam yang sehat, dukungan pupuk, serta akses permodalan akan menjadi kunci agar fenomena IP 300 benar-benar memberi dampak positif berkelanjutan.

Menatap Panen Akhir Tahun

Keputusan petani Cirebon untuk menanam padi tiga kali setahun mencerminkan semangat mereka dalam memanfaatkan momentum harga gabah yang menguntungkan. Jika panen November–Desember 2025 berlangsung lancar, keuntungan petani akan semakin meningkat.

Meski demikian, keberhasilan ini tetap perlu diimbangi dengan strategi jangka panjang. Pola tanam yang lebih beragam, pengendalian hama yang efektif, serta dukungan kebijakan dari pemerintah daerah akan menentukan keberlanjutan praktik ini.

Fenomena IP 300 di Cirebon menunjukkan bahwa harga gabah tidak hanya memengaruhi pendapatan petani, tetapi juga keputusan mereka dalam mengelola lahan. Selama faktor pendukung tersedia, petani akan selalu mencari cara untuk meningkatkan hasil. Dan kali ini, tingginya harga gabah berhasil memicu semangat tanam tiga kali setahun di ribuan hektare sawah Cirebon.

Terkini