Tekanan Ekonomi Global dan Domestik Masih Bayangi Pasar Properti Indonesia pada Kuartal I 2025

Selasa, 15 April 2025 | 11:09:52 WIB

JAKARTA - Pasar properti nasional pada kuartal pertama 2025 masih dibayangi oleh tekanan ekonomi, baik dari sisi global maupun domestik. Situasi ini memaksa para pelaku industri untuk mengadopsi pendekatan yang lebih realistis dalam menyusun ekspektasi dan strategi bisnis ke depan. Demikian disampaikan oleh Ferry Salanto, Head of Research Colliers Indonesia, dalam paparan media bertajuk Colliers Media Briefing Triwulan I-2025 yang digelar pada Senin 14 April 2025.

Dalam pemaparannya, Ferry menjelaskan bahwa berbagai dinamika makroekonomi, baik eksternal maupun internal, turut menekan performa sektor properti di Indonesia, termasuk subsektor apartemen, perkantoran, dan kawasan industri. Meski pada awal tahun sempat muncul optimisme, namun perlambatan pemulihan ekonomi dan ketidakpastian global menjadi dua faktor utama yang mematahkan antusiasme tersebut.

“Di triwulan ini, perlu lebih realistis untuk mengubah dan menurunkan ekspektasi pasar properti. Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, situasi global yang tidak terlalu mendukung, serta faktor dalam dan luar negeri akan berpengaruh pada performa properti secara keseluruhan,” ujar Ferry dalam konferensi pers.

Ekonomi Global Masih Jadi Ancaman

Pasar properti Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh eksternal. Ketidakpastian yang timbul akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, kenaikan suku bunga di negara-negara maju, dan geopolitik internasional seperti ketegangan di Timur Tengah serta dampak dari konflik Ukraina–Rusia, telah menimbulkan efek domino pada dunia usaha di dalam negeri.

Selain itu, investor asing juga menunjukkan sikap wait-and-see, menunda ekspansi ke Indonesia sambil menanti kejelasan arah kebijakan fiskal dan moneter nasional. Menurut Colliers Indonesia, penurunan minat investor luar menjadi tantangan besar dalam mendorong pertumbuhan pasar properti, khususnya di sektor komersial dan perkantoran.

Tantangan Ekonomi Domestik Masih Tinggi

Di sisi domestik, perlambatan pemulihan ekonomi nasional turut memberikan tekanan tersendiri terhadap sektor properti. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif, namun belum cukup kuat untuk mendorong lonjakan permintaan di pasar real estat.

Ferry menyoroti bahwa kebijakan pemerintah yang belum optimal dalam mendorong sektor properti juga menjadi salah satu kendala. Ia menyebutkan bahwa insentif fiskal seperti PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) dan keringanan suku bunga KPR masih belum cukup efektif untuk menggairahkan pasar secara menyeluruh.

“Laju pemulihan ekonomi yang berjalan lambat serta dampak kebijakan pemerintah yang belum optimal menjadi faktor utama yang melatarbelakangi perlunya koreksi terhadap ekspektasi tinggi di awal tahun,” tegas Ferry.

Subsektor Apartemen Mengalami Tekanan Berat

Salah satu subsektor yang paling tertekan adalah sektor apartemen residensial, terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Data Colliers mencatat bahwa hingga kuartal I-2025 terdapat sekitar 27.000 unit apartemen yang belum terjual di Jakarta. Dari jumlah tersebut, hanya 162 unit yang berhasil diserap pasar dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Angka tersebut menunjukkan lemahnya permintaan terhadap hunian vertikal, meskipun berbagai pengembang telah menawarkan skema pembiayaan menarik dan potongan harga. Rendahnya daya beli masyarakat, ditambah dengan ketidakpastian ekonomi dan tingginya pasokan, membuat sektor ini mengalami kelebihan suplai yang signifikan.

“Pasar apartemen masih mengalami tekanan berat. Lambatnya penjualan menjadi bukti bahwa konsumen masih menahan diri, terutama untuk pembelian properti high-rise,” papar Ferry.

Perkantoran Masih dalam Masa Konsolidasi

Sementara itu, subsektor perkantoran di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta juga belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan. Tingkat okupansi masih tertahan di bawah 75%, dengan sejumlah perusahaan masih memilih memperpanjang sewa ruang lama atau bahkan melakukan downsizing untuk efisiensi biaya.

Colliers mencatat bahwa tren hybrid working yang diadopsi banyak perusahaan pasca-pandemi membuat kebutuhan ruang kantor fisik terus berkurang. Akibatnya, pemilik gedung harus bersaing lebih keras dengan menawarkan fleksibilitas sewa dan insentif yang lebih besar untuk mempertahankan penyewa.

Kawasan Industri Masih Tahan Banting

Di tengah tekanan yang dialami oleh beberapa subsektor, kawasan industri justru menunjukkan performa yang lebih stabil. Menurut Colliers, minat investor, khususnya dari sektor manufaktur dan logistik, masih cukup tinggi terhadap kawasan industri di Bekasi, Karawang, dan Cikarang.

Namun demikian, ketidakpastian perizinan, mahalnya harga lahan, serta keterbatasan infrastruktur penunjang masih menjadi hambatan utama dalam percepatan pembangunan kawasan industri baru.

Strategi Adaptif Dibutuhkan Pelaku Industri

Dengan kondisi yang penuh tantangan ini, Ferry Salanto menekankan bahwa seluruh pelaku industri properti perlu menyusun strategi yang lebih adaptif dan realistis. Fleksibilitas dalam menyusun penawaran, efisiensi operasional, serta kemampuan membaca tren konsumen menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian.

“Kita tidak bisa mengandalkan optimisme semata. Industri properti perlu melakukan koreksi ekspektasi dan menyusun strategi yang disesuaikan dengan realitas pasar saat ini,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa tahun 2025 bisa menjadi masa transisi penting bagi sektor properti, tergantung pada efektivitas kebijakan ekonomi pemerintah dan dinamika global. Jika pemerintah mampu mendorong pemulihan dengan kebijakan yang tepat sasaran, maka peluang rebound pasar properti tetap terbuka di paruh kedua tahun ini.

Tahun Tantangan Sekaligus Peluang

Secara keseluruhan, pasar properti Indonesia masih menghadapi tantangan berat pada kuartal pertama 2025 akibat tekanan ekonomi global dan domestik. Perlambatan penjualan apartemen, stagnasi sektor perkantoran, serta kehati-hatian investor menjadi gambaran nyata dari kondisi pasar yang sedang tertekan. Namun, dengan strategi yang adaptif dan kebijakan pemerintah yang lebih optimal, sektor properti masih memiliki potensi untuk bangkit.

Bagi konsumen dan investor, kondisi ini bisa menjadi momentum untuk melakukan evaluasi dan mengambil keputusan investasi yang lebih matang. Sementara itu, para pengembang dituntut untuk lebih inovatif dan fleksibel dalam menyesuaikan penawaran mereka dengan kebutuhan pasar saat ini.

Apakah kamu ingin saya bantu merinci subsektor lainnya atau membuat visualisasi data penjualan properti berdasarkan kuartal dan lokasi?

Terkini